Minimnya pengalaman saat merantau membuat Hendri Prayitno (26) sampai harus menginap selama tiga hari dua malam di Terminal Giwangan. Pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah itu sejak kecil sekolah di Pulau Bangka, hingga akhirnya diterima sebagai mahasiswa baru (maba) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Malam pertama maba UNY di Terminal Giwangan
Di tengah lalu lalang bus kota, Hendri terlelap di bangku tunggu Terminal Giwangan, Jogja. Udara dingin yang menyergap tubuhnya, tak mempan mengalahkan kantuknya saat itu. Ia kelelahan setelah menghabiskan waktu sekitar 25 jam dari Pulau Bangka menuju Jakarta dengan menggunakan kapal.
“Jadi, setelah menerima undangan dari kampus, aku harus melakukan verifikasi data di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebagai mahasiswa baru angkatan tahun 2017,” ucap pemuda asal Banyumas itu kepada Mojok, Rabu (28/5/2025).
Setibanya di Jakarta, Hendri memutuskan singgah sebentar di Banyumas untuk mengurus pembuatan KTP. Tanpa bisa merebahkan badan barang sejenak, Ia langsung melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta. Sampai akhirnya tiba di Terminal Giwangan, Jogja pada tengah malam.
“Di jam itu, aku nggak mungkin langsung ke kampus. Jarak Terminal Giwangan ke UNY pun masih jauh. Sedangkan aku belum punya tempat tinggal dan nggak ada kenalan sama sekali,” jelasnya.
Oleh karena itu, Hendri memutuskan bermalam di ruang tunggu Terminal Giwangan. Tak lama setelah larut dalam mimpi, tubuhnya baru menggeliat sekitar pukul 03.30 WIB, ketika seorang petugas terminal membangunkannya untuk sahur.
“Saya ingat betul karena bertepatan dengan bulan Ramadan. Saya pun menggunakan fasilitas toilet di sana untuk mandi sembari membawa semua barang-barang saya agar tidak hilang,” kata Hendri.
Hampir diboyong ke kantor polisi
Pagi harinya, Hendri bertandang ke UNY untuk survei, sembari mencari kos-kosan murah dengan berjalan kaki. Namun, tidak membuahkan hasil. Rata-rata, kata dia, kos di dekat UNY memang mahal.
Harga kos dekat UNY sekitar Rp1 juta ke atas untuk tiap bulan. Sedangkan, ia memang mencari kos murah dengan fasilitas yang tak muluk-muluk. Yang penting, bisa dipakai tidur.
Karena hari semakin gelap dan tak kunjung menemukan kosan, ia akhirnya kembali ke Terminal Giwangan. Lagi-lagi, ia menghabiskan malam keduanya di terminal hingga akhirnya mengikuti proses verifikasi data di UNY esok pagi.
“Pada malam kedua, dua orang petugas polisi entah datang dari mana membangunkan saya yang sedang tidur. Mereka sempat ingin membawa saya ke kantor, tapi saya menolak,” kata Hendri.
Saat polisi memaksa dirinya bangkit, Hendri buru-buru mengeluarkan kartu identitasnya, serta berkas-berkas yang menunjukkan bahwa dirinya adalah mahasiswa baru di UNY.
Untungnya, kedua polisi itu memahami dan tidak jadi mengusir. Mereka hanya mengingatkan Hendri agar tetap waspada menjaga diri, termasuk barang-barang yang ia bawa.
“Sebelum mereka pergi dari Terminal Giwangan, saya diminta hati-hati karena tempat itu rawan terjadi tindak kejahatan,” ujar Hendri.
“Malaikat penyelamat” di Terminal Giwangan
Di hari ketiga, Hendri akhirnya mengikuti proses verifikasi data di UNY dari pagi hingga sore. Setelah kegiatan selesai, ia singgah sejenak di Masjid Kampus UNY (Masmuja). Di sela-sela istirahatnya itu, ia berkenalan dengan Bryan, salah satu mahasiswa baru di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS).
Keduanya pun sempat berbincang dan bertukar kontak, sebelum akhirnya Hendri kembali ke terminal. Hari itu, lagi-lagi, Hendri memutuskan tidur di Terminal Giwangan. Namun, saat tengah malam, Hendri dikejutkan dengan dering teleponnya sendiri.
Rupanya itu telepon dari Bryan. Ia menanyakan posisi Hendri saat itu. Hendri pun menjawab apa adanya. Tak lama setelah menutup teleponnya, Bryan tiba-tiba datang di Terminal Giwangan dan mengajak Hendri bermalam di rumah keluarganya, bahkan ikut sahur bersama mereka.
Pagi harinya, saat matahari mulai memancarkan terang sinarnya, Hendri pun izin untuk pamit dan mencari kos-kosan dekat UNY. Belum cukup memberikan tumpangan tempat tinggal, ibu Bryan yang baik hati memberikan uang saku kepada Hendri.
Bahkan, Bryan juga membantu Hendri mencari kos dengan harga bulanan yang terjangkau.
“Saat itu saya langsung merenung. Saya tidak tahu, kebaikan apa yang pernah saya lakukan sehingga Tuhan mengirimkan ‘malaikat’ dalam wujud manusia seperti Mas Bryan dan keluarganya. Saya sangat berterima kasih kepada mereka karena sudah menolong saya,” kata Hendri.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi