Makna “Kurban” bagi Para Napi di Lapas Wirogunan: Memalingkan Kepentingan Pribadi demi Menjadi Pribadi Lebih Baik Lagi

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Yogyakarta atau Lapas Wirogunan merayakan Hari Raya Iduladha 1446 H dengan menyembelih sembilan ekor hewan kurban pada Jumat (6/6/2025). Adapun hewan kurban terdiri dari dua ekor sapi dan tujuh ekor kambing.

Napi di Lapas Wirogunan dapat makan daging kurban

Kepala Lapas Yogyakarta, Marjiyanto, berujar proses pemotongan dilakukan secara bertahap hingga hari tasyrik terakhir yakni Senin (9/6/2025). Penyembelihan dilakukan setelah salat Id dan dilaksanakan di lapangan tenis yang berada di dalam kompleks lapas. Adapaun serangkaian kegiatan memotong dan memasak dilakukan di halaman dapur “Bale Raos”.

“Terima kasih kami sampaikan kepada para shohibul kurban. Hari ini dipotong satu sapi dan satu kambing, dilanjutkan pada Sabtu dan Senin. Setelah dimasak di dapur lapas, daging akan dibagikan kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP) dalam bentuk makanan siap saji sebagai tambahan gizi,” tutur Marjiyanto melalui keterangan tertulis, Jumat (6/6/2026).

Di hadapan para petugas dan WBP yang mengikuti salat Id, Marjiyanto menyampaikan harapannya agar Iduladha menjadi momen untuk memperkuat rasa syukur dan kepedulian. Ia menilai, semangat berbagi di hari raya dapat memperkuat nilai-nilai kemanusiaan di lingkungan lapas.

Kurban jadi simbol keterhubungan ruhani

Pada pelaksanaan salat Iduladha pagi tadi, Ustaz Muhammad Mahlani dari Kementerian Agama Kota Yogyakarta menyampaikan pesan tentang makna ibadah kurban. Dalam khotbahnya, ia menegaskan bahwa ibadah kurban bukan hanya wujud syukur kepada Allah, tetapi juga bentuk keterlibatan batin dalam semangat pelaksanaan ibadah haji.

“Kurban menjadi simbol keterhubungan ruhani kita dengan peristiwa agung haji. Meski tidak berhaji, kita tetap bisa mengambil bagian melalui ibadah kurban,” ujar Mahlani yang juga Koordinator Ustaz Madrasah Al-Fajar di Lapas Wirogunan.

WBP alias para napi di Lapas Wirogunan sendiri sebelumnya telah melaksanakan manasik haji pada Selasa (3/6/2025). Kegiatan itu menjadi bagian dari program pembinaan kepribadian berbasis keagamaan. Tujuannya untuk memperdalam pemahaman rukun Islam kelima dan membangkitkan semangat religius warga binaan.

Di sana, para napi diingatkan untuk tidak putus asa menjalani hidup karena penjara bukanlah akhir segalanya. Justru saat ini adalah momen paling tepat bagi mereka untuk memperbaiki diri.

Pada momentum Iduladha kali ini, Mahlani menambahkan bahwa WBP dapat belajar menjadi pribadi yang abrar, yakni sosok yang taat dalam beribadah kepada Allah (hablum minallah) sekaligus memberi manfaat bagi sesama (hablum minannas).

“Iduladha mengajarkan keberanian untuk berkorban, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga waktu, tenaga, dan kepentingan pribadi demi menjadi pribadi yang lebih baik,” ujarnya.

Para napi menanti bebas

EA (43) salah satu napi yang ada di Lapas Wirogunan mengaku sedih karena satu tahun ini tidak bisa menikmati waktu dengan keluarga, terutama di momen kurban. Ia ketahuan menipu dan dijebloskan ke penjara pada 2024 lalu.

Namun, EA mengaku menyesal. Ia berharap bebas sebagai pribadi yang baru. Jika tidak ada kejadian yang menghambatnya, EA dikabarkan bebas satu bulan lagi setelah Iduladha.

“Sayangnya saya masih belum bebas saat hari raya kurban nanti, jadi tidak bisa bertemu keluarga. Tapi setelah bebas, saya ingin menyempatkan waktu sebulan penuh bersama mereka,” ujar EA.

Setelah puas menghabiskan waktunya bersama keluarga, EA pun sudah membuat rencana seperti saran yang disampaikan oleh Sagiran tadi. Di mana, tiga bulan selanjutnya ia akan fokus mencari kerja dan sisanya dimanfaatkan untuk menata hidup.

“Saya punya tekad dan dengan pertolongan Allah, saya bisa bangkit,” ujar EA.

Tak hanya EA yang merasa perlahan-lahan sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Rojisutanta (54), orang yang mengantarkan saya ke masjid pagi tadi juga merasa begitu. Roji sudah empat tahun ini tinggal di Lapas Wirogunan. Lagi-lagi ia tak bisa kumpul saat momen Iduladha.

Roji mengaku sudah tobat dan tak ingin mengulang kesalahan yang sama. Di Lapas Wirogunan, Roji lebih banyak berlatih memainkan alat musik bersama tim karawitan di lapas yang bernama Sanggar Seni Wiroguna Budoyo.

Sembari menghabiskan waktunya di Lapas Wirogunan dengan kegiatan yang positif seperti kurban, Roji berharap saat ia bebas nanti keluarganya dapat dengan senang hati menyambutnya. Ia bercerita, anak-anaknya pernah melihat Roji bermain musik dan mereka amat senang.

“Waktu kami tampil, ada istri dan anak saya. Jujur saat itu sangat berat tapi justru merekalah yang menguatkan saya di sini,” ucapnya.

“Saya pribadi sangat merasa berdosa, karena apapun alasannya saya mengakui bahwa saya salah. Apalagi, saya adalah seorang kepala keluarga,” kata dia melanjutkan.

Jika bebas nanti, Roji berujar mungkin dia tidak akan sanggup berkata-kata, dan hanya bisa memeluk keluarganya. Sampai saat ini, ia masih bersyukur bisa diberi kesehatan dan mendapatkan kesempatan untuk berubah.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Ahmad Effendi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *