Program MBG Gerakkan Perekonomian Daerah

Progam Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bertujuan menekan angka gizi buruk dan memperbaiki asupan gizi anak, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang mulai terasa di berbagai daerah. Program ini memperlihatkan kalau kebijakan sosial bisa berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi lokal.
Ketika diumumkan pertama kali, banyak pihak mengira MBG hanyalah bentuk lain dari bantuan sosial. Ternyata, pendekatan program ini berbeda. MBG menggabungkan aspek kesehatan dan ekonomi lokal melalui dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dikelola masyarakat setempat. Di sinilah daya ungkit ekonomi mulai terasa.
Program ini memberi peluang kerja bagi masyarakat lokal dan membuka rantai ekonomi baru di tingkat desa dan kecamatan. Sebanyak 10.012 SPPG yang kini aktif di berbagai daerah telah menyerap ratusan ribu tenaga kerja, mulai dari juru masak, pengemudi, hingga penyedia bahan pangan.
Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan membeberkan data yang membanggakan. Sejauh ini, program MBG telah memberikan lapangan pekerjaan kepada 380.000 orang. Ia mengatakan, hal tersebut berdampak positif di Tengah kondisi ekonomi dunia yang tidak menentu.
Luhut menerangkan, adanya SPPG turut menghidupkan ekosistem rantai pasok bahan baku mulai dari telur, pisang, ikan di daerah. Bahkan, menurutnya beberapa daerah sekarang sudah tidak lagi kebingungan menjual bahan baku pangan lantaran seluruhnya terserap oleh SPPG untuk MBG.
Inilah yang membuat MBG menonjol. Ia tidak berhenti di angka gizi, tapi menyentuh ekonomi rumah tangga. Para pekerja dapur kini mendapat penghasilan rutin, sementara para petani dan pelaku UMKM lokal mendapat pasar baru yang pasti. Uang yang berputar pun tidak mengalir ke pusat, tetapi kembali ke masyarakat daerah.
Konsep seperti ini penting untuk menjawab kritik lama terhadap program sosial pemerintah. Banyak program bantuan hanya bersifat konsumtif, menciptakan ketergantungan dan tidak mendorong produktivitas. MBG justru menawarkan paradigma baru: bantuan yang memandirikan. Ia menyalurkan anggaran publik dalam bentuk aktivitas ekonomi produktif.
Tenaga Ahli Direktorat Promosi dan Edukasi Gizi Badan Gizi Nasional (BGN), Rahma Dewi Auliyasari, bahkan menyebut program ini sebagai strategi ganda, yakni memperbaiki gizi sekaligus menghidupkan ekonomi daerah. Ia menegaskan bahwa dapur MBG harus melibatkan pelaku usaha pangan lokal agar manfaatnya berlipat ganda.
Pernyataan itu terbukti di lapangan. Di Bogor, SPPG Tanah Baru 01 menjadi contoh kecil bagaimana ekonomi lokal berputar setiap pagi. Puluhan warga menyiapkan ribuan porsi makanan bergizi, bekerja sama dengan petani dan pedagang sekitar.
Program ini juga membawa nilai sosial yang kuat. Di tengah krisis ketimpangan ekonomi, MBG menciptakan ruang partisipasi bagi masyarakat bawah. Mereka tidak lagi menunggu bantuan datang, melainkan turut menjadi pelaksana dan penerima manfaat secara bersamaan. Inilah semangat ekonomi gotong royong yang sesungguhnya.
Salah seorang juru koki di SPPG Bojong Koneng, Bogor, Junaedi (28), mengaku gembira dengan dampak berganda yang diberikan program MBG. Kini dirinya bisa kembali bekerja setelah menganggur selama tiga tahun.
Namun, pelaksanaan program MBG bukan tanpa tantangan. Pengawasan mutu makanan juga harus diperketat agar standar gizi tetap terjaga. Di samping itu, pemerintah wajib memastikan makanan yang disajikan aman dan bergizi.
Kendala yang ada tidak seharusnya mengurangi nilai penting program MBG, melainkan menjadi pengingat bahwa kebijakan sosial berskala besar selalu butuh adaptasi dan pengawasan ketat. Selama pemerintah mampu menjaga transparansi dan memastikan standar pelaksanaan, MBG bisa menjadi model baru kebijakan inklusif di tingkat nasional.
Lebih jauh, MBG memperlihatkan bahwa, alih-alih menyalurkan uang tunai, pemerintah menyalurkan “aktivitas ekonomi”. Dalam jangka panjang, pendekatan ini jauh lebih sehat secara fiskal dan sosial, tidak hanya mengurangi beban negara, tapi juga memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat.
Hal lain yang patut diapresiasi adalah efek turunan bagi UMKM lokal. Ketika setiap dapur MBG diwajibkan membeli bahan pangan dari pemasok di daerahnya, tercipta rantai pasok yang stabil. Petani sayur, peternak ayam, hingga produsen tempe kecil kini punya pasar tetap setiap hari. Program ini memperpendek jarak antara kebijakan pemerintah dan denyut ekonomi rakyat.
Dalam kacamata pembangunan daerah, MBG bisa dianggap sebagai katalisator ekonomi mikro. Ia memperlihatkan bahwa penguatan ekonomi nasional tidak selalu harus dimulai dari investasi besar, melainkan bisa tumbuh dari inisiatif kecil yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Dapur-dapur SPPG membuktikan bahwa kebijakan sosial bisa menciptakan produktivitas nyata.
Jika keberlanjutan itu terjaga, MBG akan menjadi simbol bagaimana kebijakan publik bisa memberi makan sekaligus menghidupi ekonomi daerah, menyehatkan anak-anak bangsa sekaligus menumbuhkan ekonomi keluarga.
Program MBG juga bukti bahwa pembangunan tidak harus megah untuk berdampak besar. Dari dapur sederhana, ekonomi rakyat bisa bergerak. Dari kotak-kotak ompreng, lahir generasi yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih berdaya.

)* Penulis merupakan Pemerhati Isu Sosial-Ekonomi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *