Oleh: Aldian Putra )*
Pemerintah terus melangkah pasti dalam mewujudkan pemerataan infrastruktur di seluruh pelosok negeri. Melalui Program Listrik Desa (Lisdes), pemerintah menargetkan percepatan elektrifikasi di wilayah yang selama ini belum menikmati layanan listrik secara menyeluruh. Langkah strategis ini diyakini menjadi kunci pengurangan ketimpangan, terutama di kawasan timur Indonesia dan daerah-daerah tertinggal lainnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa percepatan elektrifikasi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai swasembada energi nasional. Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Sarmi, Papua, Bahlil memastikan bahwa 300 rumah di Kampung Berber yang sebelumnya belum terlistriki akan mendapatkan sambungan listrik dalam tahun ini.
Pemerintah tidak hanya menargetkan perluasan jaringan listrik, tetapi juga berupaya memastikan bahwa kualitas layanan listrik dapat meningkat. Peningkatan jam nyala dari 12 jam menjadi 24 jam menjadi salah satu indikator penting dalam menilai keberhasilan program ini. Upaya ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan energi sebagai prioritas utama pembangunan nasional.
Pembangunan infrastruktur kelistrikan di Papua mencerminkan komitmen pemerintah untuk tidak membiarkan satu pun wilayah tertinggal. Di Kampung Berber, PLN telah membangun jaringan distribusi yang meliputi Jaringan Tegangan Menengah sepanjang 2,35 kilometer sirkuit, Jaringan Tegangan Rendah 1,44 kilometer sirkuit, dan gardu distribusi 50 kVA. Program ini telah mengaliri listrik ke 19 rumah tangga secara penuh selama 24 jam.
Tidak hanya itu, kampung-kampung lain di Kabupaten Sarmi juga telah dialiri listrik dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan. Kampung Samanente, Konderjan, dan Nisro kini menikmati layanan dari pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas bervariasi antara 20 hingga 40 kilowatt peak. Pemanfaatan teknologi ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mendorong transisi energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Menurut perhitungan Kementerian ESDM, dibutuhkan sekitar Rp50 triliun untuk melistriki seluruh desa yang masih belum terjangkau listrik selama lima tahun ke depan. Anggaran tersebut mencakup pembangunan jaringan distribusi, pelaksanaan program bantuan pasang baru listrik bagi masyarakat tidak mampu, serta penguatan sistem kelistrikan agar lebih tahan terhadap gangguan.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyampaikan bahwa wilayah timur Indonesia menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program Lisdes. Ia menjelaskan bahwa Kementerian ESDM sedang menyiapkan instrumen percepatan, termasuk dari sisi anggaran dan tata kelola proyek. Menurutnya, keadilan sosial dalam penyediaan energi hanya bisa dicapai jika akses yang merata terlebih dahulu diwujudkan.
Dadan juga menekankan pentingnya pembangunan infrastruktur pendukung seperti transmisi. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah menargetkan pembangunan 49 ribu kilometer sirkuit transmisi baru. Infrastruktur ini akan memungkinkan listrik dari sumber energi bersih menjangkau wilayah-wilayah yang selama ini kekurangan pasokan.
Dukungan dari negara-negara mitra seperti Inggris juga menjadi dorongan signifikan. Dalam forum internasional MENTARI Day, Dadan menyatakan apresiasinya terhadap kerja sama pengembangan energi rendah karbon yang telah berlangsung sejak 2020. Kemitraan ini diharapkan terus berlanjut untuk mempercepat pencapaian target iklim dan energi nasional.
Sementara itu, PT PLN (Persero) terus memperkuat perannya dalam mendukung agenda elektrifikasi nasional. Salah satu inisiatif nyata terlihat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, di mana PLN telah menghadirkan listrik ke 54 sekolah terpencil. Sebagian besar di antaranya memanfaatkan teknologi SuperSUN, jaringan surya mandiri yang dirancang untuk daerah terpencil dengan medan berat.
General Manager PLN UID Kaltimra, Maria G.I. Gunawan, menyebut bahwa kehadiran listrik di sekolah-sekolah tersebut bukan sekadar fasilitas penerangan, tetapi juga jembatan menuju masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak di wilayah 3T. Ia menilai bahwa setiap rumah dan sekolah yang dialiri listrik adalah bagian dari perjuangan menghadirkan keadilan sosial secara nyata.
Dengan program-program seperti Lisdes, pemerintah ingin membangun fondasi ekonomi desa yang lebih kuat. Listrik tidak hanya akan mendorong aktivitas rumah tangga, tetapi juga membuka peluang baru bagi usaha mikro, meningkatkan layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan, serta memperkuat stabilitas sosial.
Di banyak desa, ketidakhadiran listrik telah menghambat kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan. Anak-anak tidak bisa belajar dengan baik di malam hari, puskesmas tidak mampu memberikan layanan optimal, dan pelaku usaha kesulitan meningkatkan kapasitas produksinya. Pemerintah menyadari bahwa memperbaiki kondisi ini adalah bagian dari tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Peluncuran terbaru Lisdes diharapkan menjadi momentum penting dalam membalikkan ketimpangan infrastruktur yang selama ini terjadi. Melalui pendekatan yang komprehensif, inklusif, dan berkelanjutan, pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh warga negara, tanpa kecuali, memiliki akses terhadap energi yang andal.
Kebijakan ini bukan sekadar program teknis, tetapi juga mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Komitmen ini menjadi bukti bahwa pembangunan tidak hanya milik kota-kota besar, melainkan juga hak masyarakat di pelosok negeri yang selama ini hidup dalam gelap.
Dengan sinergi antara kementerian, lembaga, PLN, dan dukungan masyarakat, cita-cita menghadirkan terang di setiap jengkal tanah Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Pemerintah menatap lima tahun ke depan sebagai periode penting untuk membuktikan bahwa keadilan infrastruktur adalah langkah awal menuju keadilan sosial yang sesungguhnya.
)* Pemerhati Kebijakan Publik