Paket Insentif Ekonomi Presiden Prabowo: Subsidi Upah Jadi Penopang Konsumsi Kelas Menengah Bawah

Oleh: Agus Soepomo

Pemerintah menetapkan pilihan konkret dalam menjawab persoalan pada tekanan ekonomi yang menimpa masyarakat di Indonesia pada kelompok kelas menengah bawah. Salah satu langkah strategis yang menonjol dari upaya pemerintah mengatasi permasalahan tersebut, yakni dengan menggelontorkan paket insentif ekonomi bernilai Rp24,44 triliun, yakni penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) kepada sebanyak 17,3 juta pekerja dengan penghasilan di bawah Rp3,5 juta.

Hal tersebut bukan hanya sekadar bantuan tunai semata, melainkan juga menjadi sinyal yang kuat bahwa pemerintah di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subainto sedang menggeser sebuah paradigma perlindungan sosial dari yang awalnya memiliki pendekatan administratif belaka, kini menjadi pendekatan fungsional yang menyentuh secara langsung kepada masyarakat produktif namun mereka yang rentan secara ekonomi.

Pilihan pemerintah untuk menyalurkan subsidi upah menggantikan rencana awal berupa diskon tarif listrik. Penggantian rencana tersebut didasari dengan adanya pertimbangan teknis dan efisiensi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa keterbatasan dalam penganggaran membuat diskon listrik tidak bisa direalisasikan dalam tenggat waktu yang pendek.

Sebaliknya, data pekerja dari BPJS Ketenagakerjaan sudah terverifikasi dan siap digunakan, menjadikan BSU sebagai pilihan paling realistis untuk segera dijalankan oleh pemerintah pada bulan Juni hingga Juli 2025.

Langkah ini menyasar kelompok yang selama ini berada dalam zona abu-abu kebijakan. Secara administratif mereka tidak masuk ke dalam kategori miskin, sehingga kerap tidak bisa mendapatkan akses terhadap bantuan sosial reguler.

Namun secara ekonomi, mereka nyatanya memang belum memiliki daya tahan yang cukup untuk bisa bertahan dari adanya lonjakan harga kebutuhan pokok dan gejolak global yang sedang terjadi belakangan.

Maka dari itu, kebijakan subsidi upah muncul sebagai jembatan pengaman sosial baru, yang tidak hanya menyuntikkan daya beli bagi masyarakat pada kelas menengah ke bawah tersebut, tetapi juga dapat memperkuat legitimasi negara di hadapan rakyat pekerja.

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Dr. Trubus Rahadiansah, menilai bahwa paket stimulus ekonomi kali ini sebagai bentuk respons kebijakan dari pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang matang.

Ia menyoroti bahwa kejelasan data dan kesiapan eksekusi menjadi kekuatan utama program subsidi upah. Bagi kelompok pekerja ritel, garmen, jasa, hingga sektor informal, bantuan tunai senilai Rp600 ribu dalam dua bulan memang bukan angka besar.

Namun, dalam realitas rumah tangga kelas menengah bawah, dana tersebut bisa menjadi pembeda antara keberlangsungan dan kemunduran. Apakah itu untuk biaya sekolah anak, pembelian bahan pokok, atau kebutuhan dasar lainnya, subsidi tersebut memberi ruang nafas dalam tekanan.

Lebih lanjut, Trubus menilai strategi ini bukan hanya tentang konsumsi sesaat, melainkan bentuk nyata bahwa negara hadir bagi seluruh elemen rakyat tidak hanya untuk elite birokrasi atau pelaku ekonomi besar.

Pemerintah dinilai berhasil membaca kondisi sosial-ekonomi masyarakat secara presisi dan merumuskan intervensi yang adaptif, khususnya dalam konteks keberlanjutan Astacita sebagai fondasi arah pembangunan nasional.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Prof. Marsuki DEA, menegaskan bahwa pendekatan insentif ini sangat potensial mendorong aktivitas konsumsi yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan domestik.

Menurutnya, ketika daya beli kelompok kelas menengah ke bawah meningkat, maka permintaan terhadap barang dan jasa juga akan naik. Hal tersebut pada gilirannya merangsang aktivitas produksi, mendorong investasi, dan memperbesar penerimaan fiskal negara.

Marsuki memandang kebijakan seperti subsidi upah ini bisa menimbulkan efek berantai dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka menengah hingga panjang, asalkan dijalankan secara konsisten dan terencana.

Paket insentif ekonomi Presiden Prabowo bukan hanya terdiri dari BSU. Ada lima instrumen lainnya, seperti diskon tiket pesawat, diskon tarif tol, bansos yang diperkuat, subsidi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, serta rencana diskon listrik yang sempat diajukan.

Kombinasi enam insentif tersebut dirancang untuk membangkitkan kembali dinamika ekonomi dari sisi konsumsi rumah tangga. Strategi ini memanfaatkan celah pemulihan pasca-pandemi dan memperhitungkan volatilitas global yang mempengaruhi harga energi dan pangan.

Langkah Presiden Prabowo dalam menyalurkan subsidi upah dengan basis data konkret menunjukkan arah kebijakan yang makin teknokratis, tetapi tidak kehilangan keberpihakan sosial.

Penajaman target kebijakan yang sebelumnya tersebar acak kini mulai diarahkan kepada kelompok produktif yang memiliki peran sentral dalam menjaga roda perekonomian tetap berputar.

Penting untuk dicatat, kelas menengah bawah bukan sekadar objek kebijakan, melainkan kelompok strategis yang menjaga kestabilan negara. Ketika negara hadir melalui kebijakan yang relevan dan tepat sasaran, kepercayaan publik akan meningkat. Hal ini dapat menjadi modal sosial yang sangat berharga di tengah tantangan ekonomi global yang belum sepenuhnya mereda.

Masa depan program ini sangat tergantung pada keberlanjutan desain kebijakan dan kecermatan implementasi di lapangan. Efek jangka panjangnya baru akan terlihat dalam waktu ke depan, terutama dalam bagaimana kebijakan ini memperkuat struktur ekonomi domestik dari bawah.

Namun untuk saat ini, kebijakan subsidi upah telah menunjukkan arah baru dalam cara negara melindungi rakyatnya tidak sekadar dengan jargon populis, tetapi lewat aksi nyata dan terukur. (*)

*) Konsultan Kebijakan Ekonomi – Forum Ekonomi Rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *