Oleh : Rizka Soraya )*
Masyarakat memiliki tanggung jawab secara aktif dalam memerangi maraknya praktik judi daring guna mewujudkan lingkungan digital yang lebih aman dan berkelanjutan di masa depan. Judi daring bukan sekadar persoalan kehilangan uang, melainkan pintu masuk ke dalam lingkaran pelanggaran hukum yang berisiko tinggi. Dengan meningkatnya kasus yang melibatkan berbagai kalangan usia, masyarakat harus dilibatkan secara menyeluruh dalam upaya pencegahan dan edukasi agar tidak menjadi korban dari praktik ilegal yang terus berkembang ini.
Maryo Sapulete, yang menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Fakfak, menegaskan bahwa aplikasi perjudian digital kini semakin lihai dalam menyamar. Banyak dari aplikasi ini tampil seperti permainan biasa yang menyasar anak-anak dan remaja, namun sesungguhnya dirancang untuk menarik mereka ke dalam sistem taruhan.
Maryo juga menyoroti bahwa sebagian besar pelaku tidak menyadari bahwa tindakan mereka masuk dalam kategori tindak pidana. Baik melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), larangan terhadap segala bentuk perjudian sudah diatur dengan jelas. Namun kesadaran akan hal ini belum tersebar merata di masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Maryo, selain penegakan hukum, diperlukan juga upaya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif.
Langkah konkret sudah mulai diambil oleh Kejaksaan Negeri Fakfak yang terus menjalin kerja sama lintas lembaga dalam memblokir akses ke situs maupun aplikasi bermuatan judi. Namun, tindakan semacam ini dinilai tak akan memberikan hasil signifikan tanpa keterlibatan aktif masyarakat. Edukasi sejak dini, baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial, menjadi hal yang sangat krusial untuk membentuk generasi yang tidak mudah terjerat bujuk rayu digital.
Peran orang tua menjadi sorotan penting dalam upaya perlindungan terhadap anak dari paparan judi daring. Maryo menekankan bahwa penggunaan gawai harus diawasi secara ketat, sebab pemberian akses tanpa kontrol bisa menjadi bumerang. Konten-konten berbahaya dengan tampilan menghibur bisa dengan mudah masuk ke kehidupan anak-anak jika tidak ada pendampingan. Kontrol dan kedekatan emosional orang tua dengan anak harus ditingkatkan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi.
Upaya pencegahan yang lebih sistematis pun kini terus dikembangkan di tingkat nasional. Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik dari Kementerian Komunikasi dan Digital, Teguh Arifiyadi, mengumumkan bahwa pihaknya tengah menyusun sebuah database terpadu yang memuat informasi lengkap mengenai akun-akun yang terindikasi terlibat dalam aktivitas judi daring. Database ini akan mencakup daftar nomor rekening, nomor ponsel, hingga identitas digital lainnya yang bisa digunakan sebagai dasar sistem deteksi dini.
Teguh menyampaikan bahwa saat ini sudah terdapat lebih dari 300 ribu hingga 400 ribu rekening yang masuk dalam daftar indikasi pidana, termasuk rekening-rekening yang digunakan untuk judi daring. Tidak hanya itu, data blacklist terhadap nomor ponsel juga terus diperluas. Seluruh informasi ini kemudian dibagikan kepada para penyelenggara sistem elektronik yang bekerja sama dengan Kemenkomdigi Saat pengguna melakukan transaksi mencurigakan, sistem akan secara otomatis memberikan peringatan.
Langkah antisipatif ini sudah diadopsi oleh lebih dari 30 penyelenggara sistem, meskipun angka ini dinilai masih jauh dari total keseluruhan penyedia layanan digital di sektor perbankan dan teknologi finansial di Indonesia. Ke depan, pengembangan sistem akan mencakup pengawasan terhadap Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat email, dan bahkan dompet kripto. Semua data ini akan disatukan dalam satu basis data raksasa yang terintegrasi untuk mempermudah identifikasi pelaku kejahatan digital.
Upaya pembersihan ekosistem perbankan dari kegiatan ilegal turut diperkuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, melaporkan bahwa hingga saat ini sudah ada 17.026 rekening yang diblokir karena terkait aktivitas judi daring. Angka ini mengalami kenaikan dari sebelumnya yang berada di kisaran 14 ribu rekening.
Langkah ini diambil setelah OJK menerima laporan dari Kementerian Komunikasi dan Digital. Selain itu, pihak OJK juga mewajibkan perbankan untuk menindaklanjuti temuan dengan melakukan penutupan rekening yang datanya sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan. Praktik pemantauan juga diperluas dengan melakukan uji tuntas lanjutan atau Enhance Due Diligence (EDD), terutama terhadap rekening-rekening tidak aktif (dormant) agar tidak dimanfaatkan untuk aktivitas mencurigakan.
Laporan transaksi mencurigakan juga menjadi salah satu alat penting yang digunakan oleh OJK dalam mendeteksi aliran dana yang menyimpang. Bank diminta melaporkan segala bentuk transaksi yang berpotensi melanggar hukum kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Analisis aliran dana dan patroli siber terhadap penyalahgunaan logo serta identitas bank di media digital juga menjadi bagian dari strategi pencegahan yang komprehensif.
Sebagai bentuk penguatan lebih lanjut, OJK berencana membentuk satuan tugas khusus atau task force untuk menangani secara langsung insiden keamanan siber yang terjadi di sektor keuangan. Tim ini akan bertugas merespons insiden digital dengan cepat, efektif, dan terkoordinasi guna menjaga kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional.
Melalui sinergi antara institusi hukum, regulator, media, dan masyarakat, perang terhadap judi daring terus diperkuat dari berbagai sisi. Namun pada akhirnya, kesadaran individu menjadi kunci utama dalam menolak praktik yang merugikan ini. Dengan memahami bahaya yang ditimbulkan serta mengambil langkah aktif dalam pencegahan, masyarakat bisa menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan bermartabat untuk generasi sekarang maupun masa depan.
) *Penulis adalah kontributor Forum Indonesia Emas
[edRW]