Jakarta: Ahli Kesehatan Arifandi Sanjaya mengatakan metode Tobacco Harm Reduction (THR) menjadi pilihan dalam membantu berhenti perokok. Swedia menjadi negara pertama yang dinyatakan bebas asap rokok dengan jumlah perokok berada di bawah lima persen.
Pencapaian ini didapat setelah negara tersebut menerapkan metode Pengurangan Risiko Tembakau atau THR. “Berdasarkan yang saya amati, penggunaan THR bagi masyarakat yang teredukasi, akan mendorong orang lepas dari rokok,” kata Ahli Keseharan Arifandi Sanjaya dalam keterangannya yang dikutip, Sabtu (14/6/2025).
Menurut Arifandi, pemerintah bisa memfokuskan metode ini agar angka perokok bisa turun. “Menurut saya, memang harusnya ada satu divisi yang berhubungan dengan harm reduction ini di Indonesia,” kata Arifandi.
Pendekatan ini kata Arifandi tetap menekankan bahwa berhenti adalah pilihan terbaik. Namun,keberadaan produk alternatif mendorong penggunaan produk yang lebih rendah risiko.
Arifandi menjelaskan bahwa efektivitas metode ini bergantung pada banyak faktor, salah satunyapenggunaan produk alternatif yang mengeluarkan uap. Hal ini tak terlepas dari adanya kebiasaan yang dilakukan saat merokok, yang membuat proses peralihan berjalan lancar.
Selain itu, keberadaan perasa dalam produk alternatif membuat pengguna menjauh dari produk tembakau. Meskipun begitu, perasa dalam produk alternatif bukan diciptakan untuk menarik minat non-perokok, melainkan untuk dimanfaatkan oleh perokok.
“Pengguna yang masih mendapat sensasi kebiasaan merokok ketika pengguna melakukan aktivitas menghisap dan mengeluarkan sesuatu itu lebih efektif. Selain itu, banyak sekali orang sebenarnya tidak suka dengan wangi rokok, ini menunjukkan perlunya opsi (alternatif),” ujar Arifandi.
Pemerintah diharapan mendukung dalam pengusunan Regulasi Penerapan metode THR di Swedia. Selain itu, edukasi dan penelitian mengenai produk alternatif harus terus dilakukan.
“Edukasi dan penelitian itu penting. Tanpa penelitian yang valid dari pemerintah, masyarakat masih akan bingung,” kata Arifandi.
Sebelumnya, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menyampaikan bahwa pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama. Kerjasama dilakukan untuk menekan jumlah penggunaan produk tembakau seperti rokok di Indonesia.
Beberapa upaya yang sudah dilakukan di antaranya dengan melakukan monitor konsumsi produk tembakau dan pencegahannya. Serta optimalisasi dukungan pelayanan program Upaya Berhenti Merokok (UBM).
“Kita tahu bahwa Indonesia memasuki bonus demografi dan kita ingin menyiapkan SDM yang andal pada 2045. Kita ingin memiliki SDM yang tidak memiliki faktor risiko terhadap rokok,” ujar Siti dalam media briefing, Senin (2/6/2025).