Oleh: Mahmud Sutramitajaya)*
Masyarakat khususnya di desa dan kelurahan seluruh wilayah Indonesia, menyambut dengan penuh antusias kehadiran Koperasi Merah Putih yang digagas pemerintah sebagai bagian dari strategi besar pemberdayaan ekonomi rakyat. Sebanyak 80.000 koperasi kini sedang dalam proses pembentukan dan rencananya akan diluncurkan secara nasional pada 12 Juli 2025. Program ini mencerminkan semangat baru dalam penguatan ekonomi lokal berbasis nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong.
Koperasi Merah Putih dirancang untuk menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan dengan menyasar pelaku UMKM serta sektor informal di tingkat desa dan kelurahan. Tidak sekadar menjadi lembaga usaha, koperasi ini diharapkan menjadi wadah pembangunan kolektif yang memprioritaskan kesejahteraan seluruh anggota. Pendekatan ini selaras dengan visi pembangunan nasional yang menempatkan rakyat sebagai pelaku utama, bukan sekadar objek pembangunan.
Langkah awal dimulai dengan pemetaan kebutuhan, pembentukan struktur pengurus, hingga penyusunan rencana bisnis yang matang. Keterlibatan aktif masyarakat dalam proses ini memberikan legitimasi sekaligus memperkuat rasa kepemilikan terhadap koperasi yang akan mereka kelola bersama. Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga juga menyiapkan skema pendampingan yang komprehensif untuk memastikan koperasi berjalan efektif dan berkelanjutan.
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 menjadi landasan hukum yang kuat bagi seluruh jajaran pemerintah untuk bersinergi dalam merealisasikan program besar ini. Tugas pendamping juga mencakup penyusunan model bisnis koperasi, penguatan SDM, serta integrasi koperasi dengan lembaga ekonomi desa lainnya, sehingga ekosistem yang terbentuk menjadi inklusif dan efisien.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, mengatakan Koperasi Merah Putih adalah manifestasi nyata dari ekonomi Pancasila. Dengan menjunjung tinggi nilai gotong royong dan kebersamaan, koperasi ini menjadi jalan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya di wilayah yang selama ini tertinggal dalam arus pembangunan.
Lebih dari sekadar instrumen ekonomi, koperasi ini dipandang sebagai alat perjuangan rakyat untuk melepaskan diri dari belenggu ketimpangan yang selama ini diciptakan oleh praktik ekonomi eksploitatif seperti tengkulak, rentenir, hingga pinjaman online ilegal. Melalui koperasi, distribusi hasil pembangunan akan lebih merata dan berdampak langsung pada masyarakat luas.
Budi Arie Setiadi juga menekankan bahwa koperasi harus menjadi garda depan dalam membangun kemandirian ekonomi bangsa. Dengan semangat Hari Lahir Pancasila, ia mengajak semua pihak untuk kembali pada jati diri bangsa dan memastikan bahwa pembangunan tidak boleh meninggalkan desa sebagai fondasi utama negara.
Di wilayah timur Indonesia, semangat ini mulai mewujud. Di Papua Barat dan Papua Barat Daya, peluncuran Koperasi Merah Putih disambut meriah oleh masyarakat. Dalam acara peluncuran yang digelar di Sorong, para kepala kampung dan warga menunjukkan dukungan penuh terhadap program ini sebagai solusi konkret peningkatan kesejahteraan.
Sebanyak 215 kampung telah menggelar Musyawarah Desa Khusus sebagai bagian dari proses pendirian koperasi. Hal ini menunjukkan keseriusan masyarakat dalam ikut serta membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Di sisi lain, Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, mengatakan kesiapan daerahnya untuk menghadirkan 1.013 koperasi di seluruh desa dan kelurahan. Langkah ini menunjukkan bahwa masyarakat Papua juga ingin menjadi bagian dari perubahan positif yang didorong pemerintah pusat.
Menanggapi semangat dari wilayah timur, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, mengatakan optimismenya bahwa pembentukan Koperasi Merah Putih di Papua Barat dan Papua Barat Daya akan terealisasi sesuai target. Ia juga mengingatkan bahwa negara kini hadir secara langsung dalam proses pembangunan koperasi hingga ke akar rumput.
Menurut Yandri Susanto, kehadiran koperasi ini adalah gagasan besar Presiden Prabowo Subianto dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat desa. Pihaknya menekankan bahwa koperasi ini berbeda dari sebelumnya karena memiliki pendampingan negara yang kuat serta didukung struktur kelembagaan yang solid.
Legalisasi koperasi juga difasilitasi melalui Dana Desa sebesar 2,5 juta rupiah yang bisa diambil dari dana operasional tiga persen. Pendekatan ini mempercepat proses administratif tanpa membebani masyarakat desa secara langsung. Dengan demikian, koperasi dapat segera beroperasi dan melayani kebutuhan ekonomi warganya.
Tujuan utama koperasi ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga terjangkau. Selain itu, koperasi juga akan menyediakan layanan esensial seperti gas elpiji, pupuk, sembako, bahkan klinik dan apotek desa.
Lebih jauh, Yandri Susanto mengingatkan pentingnya efisiensi di tahap awal pembentukan koperasi. Pemanfaatan gedung pemerintah untuk kantor koperasi menjadi strategi cerdas agar modal yang tersedia bisa difokuskan pada pengembangan usaha produktif yang bermanfaat langsung bagi anggota.
Kehadiran koperasi ini juga menjadi simbol penguatan pelayanan negara terhadap masyarakat di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Dengan sistem koperasi, negara hadir bukan hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga pelayanan ekonomi yang nyata dan dekat dengan rakyat.
Sebagai bentuk implementasi nyata dari nilai-nilai Pancasila, Koperasi Merah Putih bukan sekadar program pembangunan, melainkan gerakan nasional yang menyatukan semangat gotong royong, kemandirian, dan keadilan. Dukungan masyarakat terhadap koperasi ini adalah refleksi dari harapan akan masa depan yang lebih adil, sejahtera, dan inklusif.
)* Penulis adalah mahasiswa Bandung tinggal di Jakarta