Oleh: Debora Yikwa*
Kemandirian pangan dan energi di Papua kini memasuki babak penting seiring denganpenegasan komitmen pemerintah pusat untuk menjadikan wilayah paling timurIndonesia tersebut sebagai prioritas pembangunan strategis nasional. Dalam berbagaiagenda percepatan pembangunan Papua, Presiden Prabowo Subianto menempatkanswasembada pangan dan energi sebagai fondasi utama bagi kemandirian daerah, penguatan ketahanan nasional, serta pemerataan kesejahteraan. Pendekatan inimenandai pergeseran paradigma pembangunan Papua yang tidak lagi bertumpu pada ketergantungan pasokan dari luar, melainkan pada pemanfaatan potensi lokal secaraoptimal dan berkelanjutan.
Papua memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dan beragam, mulai dari lahanpertanian yang luas hingga potensi energi terbarukan yang melimpah. Pemerintahmemandang potensi tersebut sebagai modal utama untuk membangun kemandirianyang kokoh dan berjangka panjang. Dengan dukungan kebijakan nasional dan kemajuan teknologi, Papua diproyeksikan mampu menjadi contoh keberhasilanpembangunan wilayah timur Indonesia yang mengandalkan kekuatan sendiri, selarasdengan kebutuhan masyarakat setempat.
Presiden Prabowo menilai pemanfaatan energi terbarukan di Papua bukan sekadarsolusi teknis, melainkan strategi jangka panjang untuk membangun kemandiriandaerah. Dengan teknologi panel surya yang semakin terjangkau dan pengembanganmini hydro yang fleksibel, daerah-daerah terpencil dapat memperoleh akses listriksecara mandiri. Langkah ini diyakini mampu menekan ketergantungan terhadappengiriman bahan bakar minyak dari luar Papua yang selama ini memicu biayadistribusi tinggi dan membebani anggaran daerah maupun negara. Kemandirian energipada akhirnya akan memperkuat aktivitas ekonomi lokal, meningkatkan kualitaslayanan publik, serta membuka ruang tumbuhnya industri berbasis sumber dayasetempat.
Di sisi lain, pemerintah juga mendorong pengembangan bioenergi berbasis pertaniansebagai bagian integral dari agenda kemandirian energi. Kelapa sawit, singkong, dan tebu dipandang sebagai komoditas strategis yang dapat diolah menjadi biodiesel dan etanol. Pengembangan komoditas tersebut di Papua tidak hanya berorientasi pada produksi energi, tetapi juga diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkannilai tambah pertanian, dan mendorong tumbuhnya kawasan ekonomi baru. Presidenmenekankan bahwa setiap kabupaten memiliki peluang ekonomi besar apabila mampumengelola potensi energinya secara mandiri dan terintegrasi dengan sektor pertanian.
Kemandirian energi tidak dapat dilepaskan dari kemandirian pangan. Presiden Prabowo menegaskan bahwa keamanan pangan harus diwujudkan hingga ke tingkat daerah, bukan hanya secara nasional. Papua, dengan kebutuhan beras yang masih jauhmelampaui produksi lokal, menjadi fokus utama dalam agenda swasembada pangan. Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah berupaya menutup defisit panganmelalui program cetak sawah baru, optimalisasi lahan, serta penguatan infrastrukturpertanian. Pendekatan ini diharapkan mampu memastikan ketersediaan pangan yang stabil, terjangkau, dan berkelanjutan bagi masyarakat Papua.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyampaikan optimisme bahwa Papua dapatmencapai swasembada pangan dalam kurun waktu yang relatif singkat. Target pencapaian kemandirian pangan dalam dua hingga tiga tahun menunjukkan keseriusanpemerintah dalam menjawab tantangan defisit beras yang selama ini dihadapi. Upaya pencetakan sawah baru seluas ratusan ribu hektare di berbagai provinsi di Papua menjadi langkah konkret yang diiringi dengan pendampingan teknologi, penyediaansarana produksi, dan penguatan kelembagaan petani. Selain beras, diversifikasipangan juga menjadi perhatian melalui pengaktifan kembali pabrik sagu sebagaisumber pangan lokal yang sesuai dengan karakter Papua.
Agenda kemandirian pangan dan energi ini juga memiliki dimensi strategis dalammenjaga stabilitas nasional. Ketergantungan pada impor bahan bakar minyak yang selama ini menyedot ratusan triliun rupiah anggaran negara dinilai tidak berkelanjutan. Presiden Prabowo menilai bahwa pengurangan impor energi melalui swasembada akanmemberikan ruang fiskal yang besar bagi negara untuk dialokasikan pada sektorproduktif lainnya, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal. Papua diposisikan sebagai bagian penting dari solusi nasionaltersebut, bukan sekadar sebagai penerima kebijakan.
Lebih jauh, kebijakan ini juga menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga dan mengamankan aset negara agar dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraanrakyat. Evaluasi regulasi dan tata kelola sumber daya terus dilakukan untukmemastikan tidak terjadi kebocoran yang merugikan kepentingan publik. Denganpengelolaan yang tepat, kekayaan alam Papua dapat menjadi sumber kemakmuranyang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat setempat, sekaligus memperkuat fondasiekonomi nasional.
Pada akhirnya, kemandirian pangan dan energi di Papua bukan hanya soal target produksi atau efisiensi anggaran, tetapi tentang keadilan pembangunan dan masa depan bangsa. Papua dipandang sebagai bagian integral dari visi besar Indonesia yang berdiri di atas kaki sendiri, berdaulat dalam pangan dan energi, serta mampumenghadirkan kesejahteraan yang merata. Dengan sinergi pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, agenda ini diharapkan menjadi titik balik bagi Papua untuk tumbuhsebagai wilayah yang mandiri, maju, dan berdaya saing, sekaligus menjadi pilar pentingbagi ketahanan nasional Indonesia.
*Penulis merupakan Akademisi Ketahanan Pangan Lokal Papua
