Oleh: Meliana Kede )*
Upaya percepatan distribusi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali digencarkan oleh pemerintah dalam beberapa pekan terakhir. Berbagai langkah konkret telah dilakukan untuk memastikan program ini tersalurkan secara merata ke seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Melalui kerja sama lintas lembaga, koordinasi yang intensif di lapangan, serta penyesuaian teknis di berbagai daerah, program MBG diarahkan agar lebih tepat sasaran dan efisien dalam pelaksanaannya.
Distribusi bantuan MBG ini ditujukan untuk mengurangi angka stunting, meningkatkan kualitas gizi masyarakat, serta menjaga ketahanan pangan di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah. Dengan pendekatan yang terstruktur dan berdasarkan data lapangan yang valid, proses penyaluran bantuan difokuskan kepada keluarga prasejahtera, ibu hamil, balita, dan kelompok rentan lainnya.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan bahwa rancangan Instruksi Presiden (Inpres) yang bertujuan mempercepat pelaksanaan Program MBG sudah selesai dan kini berada di Sekretariat Negara (Setneg). Inpres tersebut tinggal menunggu pengesahan Presiden Prabowo Subianto, dan pembahasannya telah melibatkan kementerian dan lembaga terkait sebagai bagian dari upaya harmonisasi kebijakan. BGN berharap kebijakan ini dapat segera diterapkan untuk menjawab tantangan serius dalam sektor gizi masyarakat.
Menurut Dadan, kolaborasi antara berbagai lembaga seperti Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang merumuskan kebijakan mengenai keamanan dan mutu pangan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang bertugas mengawasi keamanan pangan dan melakukan uji laboratorium apabila terjadi kejadian luar biasa (KLB), adalah langkah yang sangat penting untuk memastikan keberhasilan Program MBG. Dadan menekankan bahwa harmonisasi antara lembaga-lembaga ini menjadi kunci agar program yang akan segera berjalan dapat memenuhi tujuan utamanya: memberikan makanan bergizi secara merata dan tepat sasaran kepada mereka yang paling membutuhkan.
Kementerian terkait telah mengalokasikan anggaran yang memadai serta menetapkan skema penyaluran berbasis wilayah. Setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengelola proses teknis pendistribusian, namun tetap dalam pengawasan pusat agar tidak terjadi penyimpangan atau keterlambatan. Selain itu, pengawasan berbasis digital juga telah diterapkan, di mana sistem pelaporan daring digunakan untuk memantau setiap tahap penyaluran bantuan. Dengan sistem ini, transparansi dan akuntabilitas dijaga, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap program ini terus meningkat.
Penyaluran bantuan dilakukan tanpa menggunakan figur publik atau Key Opinion Leader (KOL), dengan tujuan menjaga fokus pada substansi program dan bukan pada aspek promosi. Pemerintah meyakini bahwa keberhasilan suatu kebijakan sosial lebih ditentukan oleh efektivitas pelaksanaannya, bukan oleh seberapa sering program tersebut disorot di media sosial. Oleh karena itu, strategi komunikasi yang digunakan lebih mengandalkan informasi dari kanal resmi pemerintahan serta laporan dari masyarakat secara langsung.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, mengatakan untuk mempercepat penyediaan lahan demi kelancaran pelaksanaan program MBG adalah langkah yang sangat relevan dan tepat waktu. Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan memperbaiki gizi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan, ketersediaan lahan menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan. Keberhasilan Program MBG tidak hanya bergantung pada penyediaan makanan bergizi, tetapi juga pada bagaimana distribusi bantuan ini dapat dilakukan secara efektif dan merata ke seluruh daerah, termasuk wilayah yang terpencil dan sulit dijangkau.
Tomsi menegaskan bahwa setiap pemerintah daerah (Pemda) harus memastikan bahwa mereka memiliki akses yang cukup terhadap lahan yang diperlukan untuk menunjang distribusi bantuan makanan. Instruksi ini sangat penting, mengingat dalam program sebesar MBG yang melibatkan distribusi pangan ke jutaan masyarakat, masalah logistik dan infrastruktur menjadi tantangan yang harus dihadapi. Tanpa adanya akses yang memadai terhadap lahan dan fasilitas distribusi yang baik, pelaksanaan program ini akan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat berjalan dengan optimal.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menjelaskan mengenai masalah-masalah yang ditemukan dalam distribusi makanan program MBG menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas dan prosedur produksi pangan dalam program nasional ini. Dalam beberapa kasus yang telah ditemukan, masalah muncul karena makanan dimasak terlalu cepat dan didistribusikan dengan lambat, serta hasil inspeksi menunjukkan adanya dapur yang tidak memenuhi standar. Hal ini menggarisbawahi bahwa meskipun niat program ini sangat mulia untuk meningkatkan gizi masyarakat, implementasi teknisnya membutuhkan perhatian yang lebih mendalam, terutama dalam hal keamanan pangan.
Program MBG merupakan salah satu bukti nyata bahwa negara hadir dan peduli terhadap kondisi sosial ekonomi rakyat. Dengan melibatkan seluruh elemen pemerintahan dari pusat hingga daerah, serta memastikan proses distribusi dilakukan secara adil dan tepat sasaran, pemerintah berupaya menjaga kepercayaan publik sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui langkah-langkah konkret.
Komitmen untuk terus memperbaiki dan mempercepat pelaksanaan program ini menjadi fokus utama, dengan harapan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dapat meningkat setiap harinya. Pemerintah percaya bahwa dengan kerja keras dan kolaborasi yang kuat, Program MBG dapat menjadi pilar penting dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih sehat dan sejahtera.
)* Penulis merupakan seorang Pengamat Ekonomi Kerakyatan