Oleh : Fahri Zakaria )*
Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera pada Desember 2025 kembali menguji ketangguhan tata kelola penanggulangan bencana nasional. Intensitas hujan yang tinggi dan kondisi geografis yang rentan menyebabkan dampak kerusakan cukup luas, mulai dari infrastruktur dasar hingga terganggunya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam situasi seperti ini, koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci utama untuk memastikan penanganan berjalan cepat, tepat, dan berkelanjutan. Pemerintah menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan pemulihan pascabencana sebagai agenda prioritas nasional yang dilaksanakan secara terpadu lintas sektor.
Penguatan koordinasi pusat dan daerah diarahkan agar setiap langkah penanganan memiliki arah yang jelas dan terukur. Pemulihan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, dan layanan kesehatan menjadi fokus awal agar mobilitas dan pelayanan publik dapat segera kembali normal. Di saat yang sama, pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak, mulai dari pangan, air bersih, hingga tempat tinggal sementara, terus diupayakan secara simultan. Pendekatan ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam memastikan bahwa proses pemulihan tidak berjalan parsial, melainkan menyentuh seluruh aspek kehidupan warga.
Kehadiran Presiden Prabowo Subianto ke lokasi bencana di Aceh menjadi simbol kepemimpinan yang responsif dan berorientasi pada solusi. Presiden menegaskan bahwa pemerintah pusat bergerak cepat untuk mendukung percepatan pemulihan dengan mengerahkan seluruh kementerian dan lembaga terkait. Penegasan tersebut memberikan kepastian bahwa negara hadir dan tidak membiarkan daerah terdampak bekerja sendiri menghadapi situasi darurat. Kehadiran kepala negara juga memberikan dorongan moral bagi masyarakat agar tetap tabah dan optimistis menghadapi masa pemulihan.
Dalam pernyataannya, Presiden Prabowo memastikan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat terdampak terus menjadi prioritas utama. Pemerintah berupaya agar bantuan logistik, layanan kesehatan, dan dukungan psikososial dapat menjangkau seluruh warga yang membutuhkan. Presiden juga menaruh perhatian besar pada keberlanjutan aktivitas belajar anak-anak yang sempat terganggu akibat bencana. Harapannya, proses pemulihan yang cepat akan memungkinkan kegiatan pendidikan dan kehidupan sosial masyarakat kembali berjalan normal dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten bergerak aktif sebagai garda terdepan pemulihan pascabencana. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat, Arry Yuswandi, menegaskan pengerahan aparatur sipil negara merupakan bentuk nyata percepatan pemulihan lingkungan pascabanjir bandang. Kegiatan pembersihan melibatkan 20 organisasi perangkat daerah dan sekitar 100 ASN yang diturunkan langsung ke lapangan. Langkah ini menunjukkan bahwa birokrasi daerah tidak hanya berperan administratif, tetapi juga hadir langsung membantu masyarakat.
Arry menekankan bahwa proses pembersihan dilakukan secara bertahap dan harus tuntas di setiap titik terdampak. Pendekatan ini penting agar tidak ada wilayah yang tertinggal dan seluruh area dapat kembali aman untuk ditinggali. Koordinasi antar-OPD menjadi faktor krusial untuk menghindari tumpang tindih tugas dan memastikan efisiensi kerja. Upaya ini sekaligus memperlihatkan bagaimana sinergi internal pemerintah daerah mampu mempercepat pemulihan kondisi lingkungan dan sosial masyarakat.
Solidaritas antardaerah juga menjadi kekuatan penting dalam penanganan bencana di Sumatera. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Sri Wahyuni, menyampaikan bahwa Pemprov Kaltim secara resmi melepas 37 relawan untuk membantu penanganan banjir bandang dan tanah longsor di Aceh Tamiang. Para relawan tersebut akan melaksanakan tugas kemanusiaan selama 8 hingga 10 hari, menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Langkah ini menunjukkan bahwa semangat gotong royong lintas provinsi masih menjadi fondasi kuat dalam sistem kebencanaan nasional.
Selain relawan umum, Pemprov Kalimantan Timur juga mengirimkan 15 personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) yang difokuskan untuk membantu operasional dapur umum. Kehadiran Tagana sangat strategis karena memastikan kebutuhan pangan masyarakat terdampak dapat terpenuhi secara berkelanjutan. Dukungan ini melengkapi upaya pemerintah pusat dan daerah setempat dalam menjaga stabilitas sosial selama masa tanggap darurat dan pemulihan. Sinergi lintas wilayah ini mempertegas bahwa penanganan bencana adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa.
Koordinasi lintas sektor yang diperkuat pemerintah mencerminkan pembelajaran dari berbagai penanganan bencana sebelumnya. Pemerintah tidak hanya berfokus pada respon darurat, tetapi juga mulai menata langkah pemulihan jangka menengah dan panjang secara terencana. Pemulihan sosial dan ekonomi dirancang agar berjalan seiring dengan perbaikan infrastruktur, sehingga masyarakat dapat kembali produktif. Pendekatan komprehensif ini penting untuk memutus rantai kerentanan dan mencegah dampak lanjutan pascabencana.
Dalam konteks pembangunan nasional, penanganan banjir di Sumatera menjadi bukti bahwa sinergi pusat dan daerah mampu menghasilkan respons yang cepat dan terukur. Kebijakan yang terkoordinasi dengan baik akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kapasitas negara dalam melindungi warganya. Kepercayaan ini merupakan modal sosial penting untuk menjaga stabilitas dan ketahanan nasional di tengah tantangan perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi. Pemerintah menunjukkan bahwa kepemimpinan yang kuat dan kolaboratif adalah kunci menghadapi krisis.
)* Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Publik.
