JAKARTA — Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah secara resmi meluncurkan Program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) untuk menghadapi kebijakan tarif impor 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Terkait dengan hal itu, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Astuti menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya untuk semakin memperluas akses pasar ekspor ke negara lain selama proses negosiasi tarif resiprokal tersebut.
“Tahun ini, Insya Allah ratifikasi,” kata Dyah Roro di Jakarta, Kamis, terkait perjanjian kerja sama perdagangan dengan Tunisia yang segera diratifikasi.
Ia juga menyebut bahwa pemerintah tengah mempercepat negosiasi dagang dengan berbagai pihak seperti Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), Srilanka, ASEAN-Canada Free Trade Agreement (FTA), Turki, dan Mercosur.
Menurutnya, Indonesia telah memiliki 19 perjanjian kerja sama pasar bebas atau CEPA yang mencakup ASEAN, China, Jepang, Korea, Australia, Selandia Baru, Hong Kong, Pakistan, dan Chili.
Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR Kementerian Keuangan Tony Prianto mengatakan dinamika tarif tersebut memicu kekhawatiran pelaku usaha karena selama ini perdagangan Indonesia bergantung pada negara tujuan konvensional seperti AS.
“Di sinilah peran program penugasan khusus ekspor (PKE), bagaimana kita memperluas pasar ekspor tidak hanya ke negara konvensional, tetapi juga nonkonvensional,” ujar Tony dalam media briefing di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis.
Tony menjelaskan program PKE mendukung pembiayaan dan penjaminan untuk produk ekspor yang potensial namun belum bankable akibat risiko keamanan di negara tujuan.
“Kalau ekspor ke negara konvensional tujuan ekspor kita mungkin sudah nyaman infrastruktur dan asuransinya, semuanya sudah in place,” katanya.
“Tapi, kalau ke negara seperti Zimbabwe, eksportir masih agak deg-degan, apakah uangnya dikeluarkan. Di sini fungsi PKE,” jelasnya.
Program PKE dijalankan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan penyaluran pembiayaan hingga Juni 2025 senilai Rp26 triliun dan menghasilkan devisa Rp66,3 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI Maqin U Norhadi menambahkan bahwa PKE merupakan langkah antisipatif pemerintah yang sejatinya sudah berjalan bahkan sebelum kebijakan kenaikan tarif impor Trump berlangsung.
“PKE Kawasan ini sudah diarahkan ke Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan,” ucapnya.
“Ini adalah langkah antisipatif yang sudah berjalan bahkan sebelum ada kebijakan tarif dari Presiden Trump,” tambah Maqin. ()
‘